FREEPIK

Biasanya anak lebih memahami konsep berbagi mulai usia lima tahun.

Tasya Kamila merasakan tantangan sebagai ibu baru. Memilih tetap berkarier seraya membangun keluarga, Tasya mengaku memiliki komitmen untuk kedua hal tersebut. Tasya juga berkomitmen untuk fokus sepenuhnya saat menemani buah hati, Arrasya Bachtiar. “Ketika harus sama aku, nggak boleh ada gawai, sambil cek email atau balas DM Instagram,” kata Tasya.

 

Tasya akan menemani putra pertamanya itu setidaknya minimal satu jam dalam sehari. Lulusan Columbia University tersebut bisa menemani anak dengan mainan, mendengar cerita, membacakan buku dan lainnya.

 

Arrasya juga disebut punya kesenangan yang unik yaitu bermain kipas angin. Berusia dua tahun saat ini, Arrasya juga senang berimajinasi dan eksperimen. Jika diberi mainan mikrofon, anaknya akan seolah sedang bernyanyi atau bertepuk tangan menonton pertunjukan di atas panggung. Terkadang, si kecil akan sedikit marah jika mainannya dimatikan karena merasa belum selesai bermain. “Jadi lucu banget sih menghayati peran,” lanjut istri Randi Bachtiar itu.

 

Tasya juga membatasi penggunaan gawai sang anak. Dalam sehari, perempuan kelahiran 1992 itu tidak memberikan waktu lebih dari satu jam. Dia memperbolehkan sang buah hati menonton gawai maksimal satu jam per hari dibagi dalam empat waktu, misalnya per 15 menit. Kebetulan, kata Tasya lagi, Arrasya tidak terlalu tertarik dengan gawai. Dia lebih menyukai eksplorasi dengan benda dan ruangan di sekitarnya.

robert collins/unsplash

Psikolog Anastasia Satriyo M.Psi Psi mengatakan dalam tahapan tumbuh kembangnya, ada fase di mana anak memiliki rasa kepemilikan yang tinggi. Biasanya anak lebih memahami tentang berbagi mulai usia lima tahun. “Kebaikan lebih luas lagi, tidak selalu sedekah, barang, tapi menemani saat susah, senang. Caranya tidak bisa hanya perintah tapi anak harus mengalami atau punya pengalaman dari bermain,” kata Anastasia dalam ajang pertemuan virtual.

 

Usia anak terutama di bawah enam tahun, belum akan terlalu paham hanya lewat perintah. Agar anak bisa menularkan kebaikan itu, penting mengajarkannya sejak dini dalam kehidupan sehari-hari lewat orang tua sebagai panutan.

 

Cara orang tua bermain, duduk bersama anak dengan santai dan fokus 24 jam untuk menghabiskan waktu berkualitas. Banyak sekali momen belajar anak dari bermain.

 

Jika orang tua termasuk yang sibuk bekerja, juga bukan berarti selesai dengan hanya membelikan mainan anak. Anak tetap membutuhkan kehadiran dan keterlibatan orang tua. Anak akan belajar lewat waktu berkualitas dan orang tua sebagai teladan (role model), bukan dengan sekadar kalimat perintah. Hal itu tidak akan efektif. Anak yang sering mendapat pengalaman lewat bermain, akan direplika dalam kehidupan sehari-hari nantinya.

 

Untuk melatih dan menanamkan kebaikan, anak membutuhkan bahasa dan waktu spesifik untuk membuat mereka merasa dihargai. Jika hanya dengan mengatakan terima kasih, misalnya, anak bisa tidak terlalu paham bahwa itu perilaku yang dibutuhkan.

Kebaikan lebih luas lagi, tidak selalu sedekah, barang, tapi menemani saat susah, senang. Caranya tidak bisa hanya perintah tapi anak harus mengalami atau punya pengalaman dari bermain.

Perlu pengulangan praktik ini dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi bekal kehidupan anak kelak. Mungkin pola pengasuhan orang tua tidak banyak ngobrol, padahal anak membutuhkannya. ''Itulah sebabnya banyak anak tidak peka, menyerobot di jalanan karena orang tua sering kali tidak mengajak ngobrol dan memberi contoh bagaimana sebetulnya perilaku yang diharapkan,'' kata dia.

 

Bermain bersama anak punya manfaat besar yang berdampak terhadap tumbuh kembangnya. Orang tua juga perlu terlibat dalam kegiatan bermain anak.  “Caranya bagaimana? Nggak usah ribet, 20 menit luangkan waktu tidak ada agenda lain, tanya anak mau main apa hari ini? Main tumpuk-tumpukan, masak-masakan?” kata Anastasia lagi.

 

Orang tua dapat memberitahu anak terlebih dulu soal waktu yang akan dihabiskan bersama. Sebab anak bisa cenderung tantrum saat mengalami transisi. Beritahu ayah dan bunda akan jadi teman main anak sampai pukul berapa. Beritahu jika waktu spesial itu hampir habis, berhitung sepuluh sampai nol, belajar transisi dari bermain ke mandi.

 

Mendampingi anak berpengaruh terhadap kerja otaknya. Perkembangan otak mereka terjadi lebih sering. Hal itu bisa distimulasi dengan bermain sedikit-sedikit tetapi lebih sering daripada dibuat sekaligus. Memang, menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua yang sibuk bekerja. Namun yang terpenting tetap ada kesempatan waktu berkualitas, misalnya tiga hari sekali.

 

 Terakhir, anak bisa lupa dengan apa yang diucapkan orang tua. Tetapi mereka akan selalu ingat pengalaman menyenangkan yang mereka alami bersama orang tersayang. ''Mereka perlu dikenalkan dengan kebersamaan, misalnya makan bersama keluarga dari sejak usia dua atau tiga tahun. Sedangkan anak biasa lebih paham arti berbagi di usia lima tahun,'' kata dia.

Siapkan Bekal Masa Depan Anak

LEWAT BERMAIN

AJARKAN

KEBAIKAN

leo rivas/unsplash

Setiap orang tua mengharapkan anaknya tumbuh sukses di kemudian hari. Sayangnya, banyak orang tua yang justru abai mengajarkan kemampuan-kemampuan dasar sekaligus penting bagi bekal masa depan anak.

 

Rensia Sanvira, pakar parenting sekaligus pendiri Mamalyfe.id, mengatakan orang tua sering lupa bahwa tugas mereka bukan hanya mendidik anak, tetapi juga seorang calon dewasa. Sering kali orang tua menganggap anak tidak bisa diatur atau tidak bertanggung jawab. Padahal, orang tua yang justru lupa memberikan kemampuan penting kepada anak. “Apa yang kita persiapkan saat mereka beranjak dewasa? Orang tua lupa anak bertumbuh dengan cepat, kita lupa memberi skill dan kemampuan sampai masa dewasa,” kata Rensia dalam satu ajang pertemuan.

 

Kemampuan penting harus diberikan karena masa dewasa lebih panjang dibanding saat kanak-kanak. Ada setidaknya empat kemampuan yang perlu dimiliki anak untuk bekalnya di masa depan.

ht chong/UNSPLASH

Pertama, kemampuan memecahkan masalah (problem solving). Kemampuan ini adalah bagaimana anak diajarkan tenang, fokus hingga mampu memecahkan masalah. Kedua, bagaimana cara anak membuat keputusan. Selanjutnya, kemampuan perencanaan dan kreativitas.

 

Semua kemampuan itu penting dipersiapkan sejak dini, tidak perlu menunggu anak sampai berusia dewasa. Anak bisa mulai mempelajarinya dalam proses bermain, tidak perlu diberikan masalah terlalu berat.

 

Permainan dapat menstimulasi anak dan melatih pikirannya menjadi lebih kreatif, bisa membuat perencanaan. Saat ada masalah, mereka berlatih memecahkannya. Dari bermain, bukan hanya rasa senang yang didapat, tetapi juga belajar bagaimana awal dari menggunakan sesuatu.

Bebaskan anak melakukan sesuatu selama aman, jangan patahkan semangat mereka dan dorong agar mau berusaha dan berjuang.

“Misalnya buat castle rusak, dicari apa yang salah, oh tidak seimbang. Anak dilatih berpikir, berjuang bagaimana membuat sesuatu dalam imajinasinya. Ada hubungannya dengan membuat keputusan saat dia juga mengganti dengan sebuah rumah baru misalnya,” jelasnya.

 

Rensia menambahkan biasanya orang-orang sukses juga memiliki sejumlah kemampuan tersebut. Saat anak memiliki kemampuan itu, otomatis kepercayaan diri mereka meningkat dan tentunya mempengaruhi kesuksesan. “Bebaskan anak melakukan sesuatu selama aman, jangan patahkan semangat mereka dan dorong agar mau berusaha dan berjuang,” tambahnya.

 

Dari permainan, dapat menstimulasi anak dengan kondisi yang dia mainkan. Itu akan sangat melatih pikirannya menjadi lebih kreatif maupun yakin dalam membuat perencanaan. Sejak usia dini, anak harus dibina dari permainan sederhana. Semakin dilatih, otak mereka kian berkembang. Pilih permainan edukasi dan stimulasi tepat bagi mereka.

top